Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ./2011 tanggal 28 Desember 2011.
Subjek pajak yang secara normatif (sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan) sudah ditetapkan sebagai Subjek Pajak
Dalam Negeri (SPDN) memiliki hak serta kewajiban perpajakan yang harus
dipenuhi atau dilaksanakan. Kewajiban perpajakan yang harus dilakukan di
antaranya mendaftarkan diri untuk ber-NPWP, memotong/memungut pajak,
menyetor dan membayar pajak serta melaporkan SPT.
Bagi subjek pajak berbentuk badan, kewajiban ber-NPWP dan seterusnya
tersebut sudah harus dilakukan manakala badan tersebut ditetapkan
sebagai SPDN. Sementara bagi subjek pajak orang pribadi (individu),
kewajiban tersebut akan muncul pada saat yang bersangkutan menerima atau
memperoleh penghasilan di atas PTKP atau secara normatif ditunjuk
menjadi pemotong/pemungut pajak.
Bagi subjek pajak yang secara normatif ditetapkan sebagai Subjek
Pajak Luar Negeri (SPLN), mereka tidak dikenai kewajiban untuk ber-NPWP
serta tidak wajib melaporkan SPT. SPLN hanya memiliki kewajiban untuk
bersedia membayar pajak dan itu pun jika penghasilannya mereka
terima/peroleh dari sumber di Indonesia. Umumnya pembayaran pajaknya
ini dilakukan melalui pemotongan PPh Pasal 26 oleh pihak pemberi
penghasilan di Indonesia. SPLN hanya wajib ber-NPWP dan melaksanakan
kewajiban perpajakan lainnya bila mereka mempunyai BUT di Indonesia.
Sebab secara fiskal, BUT milik SPLN dipersamakan dengan SPDN berbentuk
badan.
Subjek Pajak Badan
Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) terdiri dari subjek pajak yang
berupa orang pribadi atau individu dan juga badan (perusahaan atau
organisasi). Mengenai pengertian subjek pajak badan ini kita bisa lihat
di Pasal 1 angka 3 UU KUP.
Menentukan
badan termasuk SPDN atau SPLN, relatif sangat mudah. Kita tinggal
melihat akte pendiriannya atau melihat tempat kedudukan (kantor pusat)
sesuai keadaan sebenarnya. Jika menurut akte pendiriannya badan itu
didirikan di Indonesia, maka dapat langsung disimpulkan bahwa badan itu
SPDN. Tetapi jika menurut aktenya badan itu didirikan tidak di
Indonesia, kita cukup melihat di mana letak tempat kedudukan (kantor
pusatnya). Jika tempat kedudukannya (kantor pusatnya) berada di
Indonesia, badan itu juga sudah menjadi SPDN.
Jika badan tersebut menurut akte pendiriannya tidak didirikan di
Indonesia dan tempat kedudukannya (kantor pusatnya) juga tidak berada di
Indonesia, maka badan tersebut adalah SPLN (Subjek Pajak Luar Negeri).
Apabila badan yang berstatus SPLN itu memiliki cabang atau perwakilan
di Indonesia, maka cabang itu bisa disebut dengan BUT (bentuk usaha
tetap). Disebut BUT sebab jika badan itu
berasal dari negara treaty partner, penentuan ada-tidaknya BUT harus
sesuai dengan ketentuan tax treaty. Jika memang ada BUT di Indonesia,
maka BUT tersebut diperlakukan sama seperti SPDN badan.
Orang Pribadi
Berbeda dengan subjek pajak badan, untuk menentukan apakah orang
pribadi (individu) berstatus SPDN atau SPLN relatif lebih sulit. Secara
teori, dalam Pasal 3 PER-43/PJ./2011, dikatakan bahwa orang pribadi
menjadi SPDN apabila memenuhi salah satu kondisi berikut:
- Bertempat tinggal di Indonesia; atau
- Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau
- Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Orang pribadi (individu) yang merupakan SPDN adalah orang pribadi
yang bertempat tinggal di Indonesia. Kata ‘bertempat tinggal di
Indonesia’ dalam konteks ini berarti mempunyai tempat tinggal (place of
residence) yang digunakannya baik untuk:
- berdiam (permanent dwelling place), yang tidak bersifat sementara dan tidak hanya sebagai tempat persinggahan;
- melakukan kegiatan sehari-hari atau menjalankan kebiasaannya (ordinary course of life); atau
- untuk tempat menjalankan kebiasaaan (place of habitual abode).
Orang pribadi yang bertempat tinggal tersebut, jika kemudian pergi ke
luar negeri, tetap dianggap bertempat tinggal di Indonesia apabila
keberadaannya di luar negeri berpindah-pindah dan berada di Indonesia
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
Individu yang dilahirkan di Indonesia dan masih berada di Indonesia
dianggap mempunyai tempat domisili (place of domicile) di Indonesia,
juga dikategorikan sebagai SPDN.
Orang pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di luar
negeri, dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat
tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen
tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri,
yaitu:
- Green Card;
- Identity card;
- Student card;
- Pengesahan alamat di luar negeri pada passport oleh Kantor Perwakilan RI di luar negeri;
- Surat keterangan dari Kedubes RI atau Kantor Perwakilan RI di luar negeri; atau
- Tertulis resmi di passport oleh Kantor Imigrasi negera setempat.
Penentuan Tempat Tinggal
Penentuan tempat tinggal (place of residence atau place of domicile) didasarkan pada keadaan yang sebenarnya. Artinya kita tidak perlu melihat pada formallitas dokumen seperti kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat izin tinggal lainnya. Jika pada kenyataannya individu tadi bertempat tinggal di suatu daerah di Indonesia, meskipun misalnya ia tidak memiliki KTP atau izin tinggal lainnya, maka secara normatif individu tadi dianggap memiliki place of residence atau place of domicile di Indonesia.
Tempat tinggal tadi juga tidak harus dimiliki oleh orang pribadi (individu) yang bersangkutan. Jika misalnya tempat itu disewa atau disediakan oleh pihak lain (misalnya disediakan oleh kantornya), maka itu tetap dianggap sebagai tempat tinggal dalam penentuan status SPDN.
Faktor Kedatangan ke Indonesia
Bagi individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ia akan
menjadi SPDN apabila ia berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan. Jangka waktu ini ditentukan dengan menghitung
lamanya ia berada di Indonesia, yang keberadaannya di Indonesia dapat
secara terus menerus atau terputus-putus, dan bagian dari hari dihitung
penuh satu hari.
Misalnya seseorang datang ke Indonesia pada tanggal 20 April 2012,
maka hitungan mundur 183 hari dimulai sejak tanggal 20 April 2012 hingga
dua belas bulan ke depan sampai dengan tanggal 19 April 2013. Jika dari
20 April 2012 hingga 19 April 2013 jumlah hari kedatangannya sudah
melebihi 183 hari, maka ia sudah dikategorikan sebagai SPDN.
Kedatangannya ke Indonesia bisa saja secara terus menerus atau
terputus-putus. Misalnya jika kedatangannya ke Indonesia dilakukan
tanggal 20 April 2012 hingga 21 April 2012. Kemudian datang lagi pada
bulan Juni 2012 (secara terputus-putus).
Dalam konteks ini, kata ‘berada’ juga harus didasarkan pada keadaan
yang sebenarnya berada di dalam wilayah Indonesia. Kondisi ini bisa
dibuktikan misalnya dengan bukti-bukti menginap (akomodasi), passport,
kartu visa, bukti transportasi seperti tiket pesawat, dan lain
sebagainya.
Untuk individu yang keberadaannya di Indonesia belum melebihi jangka
waktu 183 hari tersebut tetapi yang bersangkutan memiliki niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia, maka secara normatif ia juga sudah
termasuk sebagai SPDN. Ia dianggap memiliki niat untuk bertempat tinggal
di Indonesia, dalam hal:
- Ia menunjukkan niatnya tersebut dengan bukti dokumen: Visa kerja; atau Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS), yang lamanya lebih dari 183 hari atau kontrak/perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih dari 183 hari.
- Ia melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa dirinya akan bertempat tinggal di Indonesia atau bersiap untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti menyewa atau mengontrak tempat termasuk menyewa tempat tinggal di Indonesia, memindahkan anggota keluarganya atau memperoleh tempat yang disediakan oleh pihak lain.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.