Pages

19 March 2012

Menentukan Subjek Pajak Dalam dan Luar Negeri

Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ./2011 tanggal 28 Desember 2011.

Subjek pajak yang secara normatif (sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan) sudah ditetapkan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) memiliki hak serta kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi atau dilaksanakan. Kewajiban perpajakan yang harus dilakukan di antaranya mendaftarkan diri untuk ber-NPWP, memotong/memungut pajak, menyetor dan membayar pajak serta melaporkan SPT.
Bagi subjek pajak berbentuk badan, kewajiban ber-NPWP dan seterusnya tersebut sudah harus dilakukan manakala badan tersebut ditetapkan sebagai SPDN.  Sementara bagi subjek pajak orang pribadi (individu), kewajiban tersebut akan muncul pada saat yang bersangkutan menerima atau memperoleh penghasilan di atas PTKP atau secara normatif ditunjuk menjadi pemotong/pemungut pajak.
Bagi subjek pajak yang secara normatif ditetapkan sebagai Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN), mereka tidak dikenai kewajiban untuk ber-NPWP serta tidak wajib melaporkan SPT.  SPLN hanya memiliki kewajiban untuk bersedia membayar pajak dan itu pun jika penghasilannya mereka terima/peroleh dari sumber di Indonesia.  Umumnya pembayaran pajaknya ini dilakukan melalui pemotongan PPh Pasal 26 oleh pihak pemberi penghasilan di Indonesia.  SPLN hanya wajib ber-NPWP dan melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya bila mereka mempunyai BUT di Indonesia.  Sebab secara fiskal, BUT milik SPLN dipersamakan dengan SPDN berbentuk badan.

Subjek Pajak Badan
Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) terdiri dari subjek pajak yang berupa orang pribadi atau individu dan juga badan (perusahaan atau organisasi).  Mengenai pengertian subjek pajak badan ini kita bisa lihat di Pasal 1 angka 3 UU KUP.
Menentukan badan termasuk SPDN atau SPLN, relatif sangat mudah. Kita tinggal melihat akte pendiriannya atau melihat tempat kedudukan (kantor pusat) sesuai keadaan sebenarnya.  Jika menurut akte pendiriannya badan itu didirikan di Indonesia, maka dapat langsung disimpulkan bahwa badan itu SPDN.  Tetapi jika menurut aktenya badan itu didirikan tidak di Indonesia, kita cukup melihat di mana letak tempat kedudukan (kantor pusatnya).  Jika tempat kedudukannya (kantor pusatnya) berada di Indonesia, badan itu juga sudah menjadi SPDN.
Jika badan tersebut menurut akte pendiriannya tidak didirikan di Indonesia dan tempat kedudukannya (kantor pusatnya) juga tidak berada di Indonesia, maka badan tersebut adalah SPLN (Subjek Pajak Luar Negeri).
Apabila badan yang berstatus SPLN itu memiliki cabang atau perwakilan di Indonesia, maka cabang itu bisa disebut dengan BUT (bentuk usaha tetap). Disebut BUT sebab jika badan itu berasal dari negara treaty partner, penentuan ada-tidaknya BUT harus sesuai dengan ketentuan tax treaty. Jika memang ada BUT di Indonesia, maka BUT tersebut diperlakukan sama seperti SPDN badan.

Orang Pribadi
Berbeda dengan subjek pajak badan, untuk menentukan apakah orang pribadi (individu) berstatus SPDN atau SPLN relatif lebih sulit.  Secara teori, dalam Pasal 3 PER-43/PJ./2011, dikatakan bahwa orang pribadi menjadi SPDN apabila memenuhi salah satu kondisi berikut:
  1. Bertempat tinggal di Indonesia; atau
  2. Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau
  3. Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Orang pribadi (individu) yang merupakan SPDN adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia.  Kata ‘bertempat tinggal di Indonesia’ dalam konteks ini berarti mempunyai tempat tinggal (place of residence) yang digunakannya baik untuk:
  1. berdiam (permanent dwelling place), yang tidak bersifat sementara dan tidak hanya sebagai tempat persinggahan;
  2. melakukan kegiatan sehari-hari atau menjalankan kebiasaannya (ordinary course of life); atau
  3. untuk tempat menjalankan kebiasaaan (place of habitual abode).
Orang pribadi yang bertempat tinggal tersebut, jika kemudian pergi ke luar negeri, tetap dianggap bertempat tinggal di Indonesia apabila keberadaannya di luar negeri berpindah-pindah dan berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
Individu yang dilahirkan di Indonesia dan masih berada di Indonesia dianggap mempunyai tempat domisili (place of domicile) di Indonesia, juga dikategorikan sebagai SPDN.
Orang pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri, dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri, yaitu:
  • Green Card;
  • Identity card;
  • Student card;
  • Pengesahan alamat di luar negeri pada passport oleh Kantor Perwakilan RI di luar negeri;
  • Surat keterangan dari Kedubes RI atau Kantor Perwakilan RI di luar negeri; atau
  • Tertulis resmi di passport oleh Kantor Imigrasi negera setempat.
Penentuan Tempat Tinggal
Penentuan tempat tinggal (place of residence atau place of domicile) didasarkan pada keadaan yang sebenarnya. Artinya kita tidak perlu melihat pada formallitas dokumen seperti kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat izin tinggal lainnya.  Jika pada kenyataannya individu tadi bertempat tinggal di suatu daerah di Indonesia, meskipun misalnya ia tidak memiliki KTP atau izin tinggal lainnya, maka secara normatif individu tadi dianggap memiliki place of residence atau place of domicile di Indonesia.
Tempat tinggal tadi juga tidak harus dimiliki oleh orang pribadi (individu) yang bersangkutan.  Jika misalnya tempat itu disewa atau disediakan oleh pihak lain (misalnya disediakan oleh kantornya), maka itu tetap dianggap sebagai tempat tinggal dalam penentuan status SPDN.
Faktor Kedatangan ke Indonesia
Bagi individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ia akan menjadi SPDN apabila ia berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Jangka waktu ini ditentukan dengan menghitung lamanya ia berada di Indonesia, yang keberadaannya di Indonesia dapat secara terus menerus atau terputus-putus, dan bagian dari hari dihitung penuh satu hari.
Misalnya seseorang datang ke Indonesia pada tanggal 20 April 2012, maka hitungan mundur 183 hari dimulai sejak tanggal 20 April 2012 hingga dua belas bulan ke depan sampai dengan tanggal 19 April 2013. Jika dari 20 April 2012 hingga 19 April 2013 jumlah hari kedatangannya sudah melebihi 183 hari, maka ia sudah dikategorikan sebagai SPDN. Kedatangannya ke Indonesia bisa saja secara terus menerus atau terputus-putus.  Misalnya jika kedatangannya ke Indonesia dilakukan tanggal 20 April 2012 hingga 21 April 2012.  Kemudian datang lagi pada bulan Juni 2012 (secara terputus-putus).
Dalam konteks ini, kata ‘berada’ juga harus didasarkan pada keadaan yang sebenarnya berada di dalam wilayah Indonesia.  Kondisi ini bisa dibuktikan misalnya dengan bukti-bukti menginap (akomodasi), passport, kartu visa, bukti transportasi seperti tiket pesawat, dan lain sebagainya.
Untuk individu yang keberadaannya di Indonesia belum melebihi jangka waktu 183 hari tersebut tetapi yang bersangkutan memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, maka secara normatif ia juga sudah termasuk sebagai SPDN. Ia dianggap memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, dalam hal:
  1. Ia menunjukkan niatnya tersebut dengan bukti dokumen: Visa kerja; atau Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS), yang lamanya lebih dari 183 hari atau kontrak/perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih dari 183 hari.
  2. Ia melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa dirinya akan bertempat tinggal di Indonesia atau bersiap untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti menyewa atau mengontrak tempat termasuk menyewa tempat tinggal di Indonesia, memindahkan anggota keluarganya atau memperoleh tempat yang disediakan oleh pihak lain.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.